Kamis, 06 Juni 2019

Rumah baru, banyak bersyukur dan ganti alamat

Blogger baru pindah ke Jakarta belum sampai genap dua tahun. Banyak kisah penuh ucapan syukur sampai kami bisa menempati rumah yang ini. Jelas saja, saat itu, yang punya ponsel pintar di rumah hanya Blogger, dan saat itu tidak ada modem internet di rumah lama dengan kata lain internetan leluasa hanya bisa lewat ponsel pintar Blogger itu. Koko punya sih, tapi dia di kos, jadi bener hanya Blogger yang punya di rumah.

Awalnya Blogger tinggal di Bekasi, sedangkan papa dari masih bujang memang sudah buka toko di Jakarta. Dulu masih belum macet dimana-mana dan tenaga masih lebih banyak daripada sekarang, jadi perjalanan satu jam sekali jalan dengan mobil dari rumah ke toko masih kuat. Tapi papa udah mulai berumur dan macet mulai merajarela. Sekali jalan dengan mobil bisa sampai dua jam lebih karena macet. Jadinya papa pergi saat subuh Blogger masih tidur dan baru bisa sampai di rumah saat malam ketika Blogger sudah tidur. Awal Blogger masuk SMP, Blogger baru bisa bener ketemu papa di rumah saat hari Minggu.

Jadi papa memutuskan cari rumah dekat toko (pasar).

Sekitar tahun 2014, papa sudah mulau minta Blogger cari rumah daerah pasar lewat bantuan internet. Yaudah, Blogger yang gak tau harus ngetik keyword apa ke Mpok Gugel, nekad aja ngetik 'beli rumah'. Eeeeehh, nemu satu situs yang isinya buat jual-beli-kontrak rumah/tanah/apartemen! Blogger gak tahu gimana dengan situs lain, tapi situs yang Blogger temuin itu lengkap dari segi bisa disortir berdasarkan daerah-rentang harga-luas tanah! Jadilah satu-satu Blogger simpen biar malemnya saat papa pulang bisa cek bareng.

Papa juga bukannya mau terima bersih, loh. Karena dia orang lama di pasar, maka orang-orang banyak yang udah kenal papa. Beliau sering tanya pelanggan yang tinggal di daerah situ kalau-kalau ada rumah yang mau dijual. Nemu beberapa dan papa survei sendiri, tapi ada yang gak sreg entah dari posisi rumah, harga, luas tanah, dan lingkungan sekitar.

Setahun lebih kemudian Blogger nemu satu. Pas luasnya yang papa mau, buka harganya masih oke karena bisa nego, dan posisinya persis di dua gang belakang pasar. Pakai perantara sih, gapapalah, kita juga pakai perantara juga: MAMA. Kemudian papa survei ke rumahnya, ternyata papa kenal orangnya!

Si Perantara ini pas kampung halamannya satu kota dengan papa, dan dia serta keluarga yang tinggal di rumah itu seiman dengan keluarga Blogger. Wah kok bisa pas banget? Jalan Tuhan atau gimana nih? Kemudian secara resmi mereka omongin soal harga, lalu urus ini-itu ke notaris panjang banget, tapi negonya sama sekali gak lama, kami tidak dipersulit mungkin karena bantuan notaris. Mama-papa korek-korek tabungan dijadiin satu buat jadi deal sekaligus buat bangun rumah.

Yes, bangun rumah. Dari awal papa memang cuman mau luas tanahnya aja. Rumah bobrok gak masalah karena memang mau bikin sendiri. Jadi rumah yang udah dibeli itu pada awalnya hanya jadi gudang sementara kami nabung lagi untuk bangun rumah. Sembari itu Blogger nemenin mama bolak-balik ke kecamatan yang disini untuk urus izin bangun rumah.

Nyari tukangnya gak ribet kok, karena tinggal panggil tukang langganan yang biasa betulin rumah. Setelah izin diurus, mulailah bangun rumah. Tiap minggu mama kontrol kesana, kalau papa yang tinggal jalan kaki dari toko.

Habis itu masih belum selesai! Ketika tinggal penyelesaian, Blogger ditarik mama cari furnitur. Barang-barang dari rumah lama tetep dibawa kok, cuman memang ada beberapa hal yang udah kelewat tua, sekaligus sekalian cari pajangan. Sejak tahap penyelesaian itu, hampir tiap hari papa keluar rumah dengan barang-barang rumah dalam mobil, termasuk buku-buku Blogger yang kalau gak salah perlu sekitar 19 dus.

Masih belum selesai! Kami belum benar pindah rumah. Semua-semuanya udah ada di rumah baru, termasuk sebagian besar pakaian, tapi kami belum boleh tinggal di rumah baru. Karena, pertama, belum ada ibadah pengucapan syukur. Kedua, keluarga besar Blogger chinese-nya masih rada kental, jadi tunggu hari baik. Mama udah cek kalender, setelah yakin mana hari baiknya, beliau memutuskan agar ibadah syukur diadakan dua hari sebelum hari baik, karena kita pindahannya saat hari baik itu.

Soal ibadah syukur, seminggu setelah rumah dibeli, papa undang seorang pendeta yang adalah teman seangkatannya saat remaja di gereja untuk didoakan disana. Saat itu, Om Pendeta bilang, sebelum pindahan kami harus ada acara doa dulu. Beliau bukan bilang bikin ibadah, ya, tapi papa-mama pikir sekalian ajalah, toh orang-orang gereja yang deket sama kami juga tahu rumah ini adalah pergumulan selama beberapa tahun terakhir.

Lagi-lagi mama ajak Blogger ikut pusing. Ya soal cari katering, kursi lipat, siapa mau diundang, posisi barang yang sudah ada di rumah baru biar gak ganggu tamu, bingkisan terima kasih buat para pendeta, sebagainya. Soal biaya, udah urusan papa.
Mengenai tamu, ini membuat kami dilema. Kami jemaat biasa di gereja, gak terkenal, biasa aja beneran, tapi kami orang lama. Mama sering ngobrol dengan Kaum Wanita, Papa sering ngobrol dengan Kaum Pria, Koko aktif di Remaja, Blogger aktif di Sekolah Minggu. Kalau kami kasih pengumuman ke jemaat umum, kok kayaknya sok terkenal banget. Jadi kami memutuskan untuk menghubungi setiap ketua komisi saja bahwa kami mengundang komisi-komisi tersebut. Yang membuat dilema adalah, sekali lagi, kami hanya jemaat biasa, memang seberapa sih yang bakal mau datang?

TERNYATA BANYAK.

Soal keluarga, yang tinggal di daerah Jakarta dan Bekasi semua sudah pasti datang, Blogger terharu lihatnya. Tapi soal orang gereja, Blogger kaget banget. Mungkin ada sekitar 4-5 mobil yang datang (nebeng dari gereja), belum dengan anak remaja yang nyusul dengan motor. Oke, mungkin karena itu hari Minggu, tapi tetep aja. Yang paling membahagiakan adalah teman-teman Blogger dari gereja yang di Bekasi juga datang, JAUH-JAUH, pakai dua mobil plus satu motor. Orang gereja Bekasi dan keluarga gak ikut ibadah sih, tapi datang aja Blogger udah mau nangis saking terharunya.

Fiuh, mungkin sudah jalan Tuhan.

Nah sekarang, tentang ada salah alamat.
Di awal Blogger bilang belum genap dua tahun nempatin rumah ini. Kami pindah ke rumah baru saat September 2017. Berarti orang lama yang tinggal disini setidaknya sudah pindah sejak 2016. Tapiiii, 2019 ini, masih ada aja surat/paket mereka yang dikirim disini. Gak ngerti kenapa mereka gak mau urus data dengan ganti alamat. Awal-awal, Blogger sekeluarga akan suruh pengantar surat/paket ke rumah sebelah karena memang rumah sebelah itu saudaranya pemilik lama rumah ini. Tapi belakangan, kok masih terus ya, jadinya kami memutuskan untuk cukup bilang 'alamatnya bener, tapi disini gak ada yang namanya itu'. Omong-omong, pernah ada yang ngotot loh. Itu bukan salah dia sih, tapi kitanya yang sebel. Untungnya, sambungan telepon rumah Blogger yang sekarang beda dengan sambungan telepon si pemilik lama. Kalau sama siiiiihhh, hhhhhhhh (hembus nafas berat banget).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar