Ini adalah semacam uneg-uneg masa lampau, yang sampai sekarang masih Blogger inget karena ini berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, mungkin ada yang lain yang alamin juga.
Sampai pertengahan 2017 lewat sedikit, Blogger masih tinggal di Bekasi. Saat itu, walau sudah punya ponsel pintar, tapi belum kenalan dengan ojek online, alias kemana-mana bener masih naik angkutan umum dari kuasi-metromini-busway. Sekali lagi, saat itu Blogger tinggal di daerah Bekasi. Karena Kristiani, berarti setiap hari Minggu Blogger pergi ke gereja, yang mana gereja Blogger itu di daerah Jakarta. Kalau naik mobil pribadi, perjalanan bisa sekitar 50 menit KALAU GAK MACET/TUNGGU KERETA LEWAT. Nah kalau naik angkot, itu belum termasuk dia ngetemnya.
Sekitar tahun 2008-2009, dengan kata lain bertahun-tahun sebelum Blogger kenal ponsel pintar dan ojek online, Blogger dijadikan bagian panitia suatu acara komisi remaja di gereja. Bagian Blogger sederhana, yaitu seksi doa. Dengan kata lain, Blogger dan orang-orang seksi doa lainnya tidak perlu pusingin apa-apa, karena yang penting kami bantu dalam doa (tunggu, gini, kepanitiaan itu banyak bagiannya, dan seluruh anggota remaja harus jadi panitia. Tapi jumlah bagian seksi dan jumlah anggota remaja jelas gak sebanding, maka yang tidak jadi panitia inti akan menjadi seksi doa) sambil bantu dikit-dikit kalau memang dibutuhkan. Berarti, ketika kami telat di hari-H, harusnya itu tidak jadi masalah karena kami bukan orang yang harus berurusan dengan panggung atau bagian yang harus tatap muka dengan tamu. Tapi, walau begitu, Blogger berusaha untuk gak telat. Hanya mentang-mentang jabatannya enggak dikejar waktu, Blogger gak mau telat, karena toh lima belas menit sebelum acara mulai kami akan doa bareng.
Nah, di hari-H, Blogger berangkat dari rumah dua jam SEBELUM JAM DOA. Berarti 135 menit sebelum acara mulai. Seperti biasa, dari rumah, Blogger harus nyebrang untuk bisa naik kuasi setidaknya 20-30 menit lalu nyambung metromini 30-40 menit, kemudian jalan kaki setidaknya 10 menit menuju gereja. Blogger naik metromini itu dari tempat mereka mangkal, jadi kalau belum penuh ya gak bakal jalan---itu yang membuat Blogger sebel.
Selama di kuasi gak ada masalah. Malah sempet mikir, kalau jalan lancar, maka Blogger bakal kepagian. Tapi ternyata, sampai di pangkalan metromini, semua masih kosong. Berarti harus nunggu lama. Mungkin nyaris dua puluh menit cuman sampai supirnya mau nyetir.
KOK GAK NAIK TAKSI AJA?
Pertama, mahal. Pernah nyoba loh, beneran, hampir seratus ribu, dan Blogger tidak sekaya itu.
Kedua, sebenarnya kalau udah kepepet banget (karena jamnya juga sebenarnya masih pagi, Blogger berusaha gak panik), mungkin Blogger akan cari taksi. Tapi Blogger inget banget, di hari itu, gak ada satu pun taksi kosong yang lewat.
KOK GAK NAIK OJEK AJA?
Maaf, Blogger pakai rok. Perjalanan jauh serta pakai rok dan tidak bawa jaket, makasih. Dan lagi, gak ada ojek yang mangkal disana saat itu.
KOK GAK NAIK MOBIL PRIBADI?
Gak ada supir. Satu-satunya orang di rumah yang bisa bawa mobil hanya papa, tapi saat itu papa hari Minggu masih kerja, jadi gak bisa antar.
Oke, lanjut lagi ya.
Supir metromini kalau nyetir memang angot-angotan, kadang bisa lelet banget, kadang tiba-tiba ngebut---biasanya kalau ada saingannya. Karena Blogger naik dari pangkalan, kursi sudah penuh, jadi selama beberapa belas menit pertama gak ada kata ngetem. Lalu entah kena sial apa, setelah lewat satu titik, kena lampu merah terus menerus. Setidaknya harus kena dua kali lampu merah di satu jalan dulu baru bisa lewat. Memang ada beberapa area yang Blogger sampai hapal mereka lampu merahnya lama, dan disitu Blogger kena juga.
Dan beberapa belas kilometer sebelum sampai posisi Blogger turun (untuk jalan kaki selama 10 menit), metromini harus lewatin rel kereta api. Sudah biasa sih kalau kena halang palang setidaknya dua kali disitu, karena memang ramai. Tapi Blogger inget, pada saat itu, mungkin lebih dari lima kali. Bayangkan betapa lamanya disitu.
KENAPA GAK TURUN DAN LANGSUNG JALAN LEWATIN REL?
Gini ya, pertama, gimana kalau tiba-tiba keretanya lewat saat Blogger masih di tengah jalan rel?
Kedua, untuk jalan kaki sampai gereja dari posisi rel itu masih lumayan banget dan kondisi kesehatan Blogger enggak sebagus kamu. Dan kalau maksudnya jalan lewatin rel lalu nyambung kendaraan lain, memangnya saat itu kamu mau nalangin ongkosnya? Sekali lagi, Blogger enggak sekaya itu.
Jadi saat itu, jam tangan Blogger sudah menunjukkan setidaknya 15 menit sebelum mulai acara, dengan kata lain panitia lain sudah mau mulai doa. Blogger berusaha untuk tetap tenang, karena sekali lagi, di acara tersebut Blogger gak kena tugas penting apa-apa, jadi Blogger gak perlu ngejar waktu.
Eeeehh tiba-tiba, Blogger ditelpon oleh ketua panitia. Tolong diketahui, ketua panitia ini tidak sama dengan ketua komisi remaja, dia juga bukan pengurus remaja sama sekali. Jadi kalau dia sampai panik, Blogger paham, tapi tolong otaknya dipakai juga, gitu.
Kurang lebih kata-katanya seperti ini.
Dia: "Blogger? Udah sampai mana?"
Blogger: "Masih di angkot, nunggu kereta lewat, sebentar lagi sampai."
Dia: "Wah, bisa dipercepat gak?? Kita udah mau mulai doa nih!"
Blogger: "Iya ini masih di dalam angkot, daritadi kereta lewat mulu!"
Dia: "Yaudah pokoknya cepetan ya!!"
ANU, GIMANA KALAU LU SENDIRI AJA YANG NGOMONG SAMA SUPIRNYA BIAR SURUH CEPET??
Entah dari dialog tersebut Blogger-nya yang salah paham atau dianya yang salah pengertian. Tapi yang Blogger bikin cetak miring itu gak beneran diucapin ya, karena habis dia suruh cepetan itu Blogger matiin hapenya.
Sejak tinggal di Jakarta, Blogger udah hampir gak pernah naik angkot, karena kemana-mana pesen ojek/taksi online. Kalau pas ada urusan di Bekasi, barulah Blogger naik kuasi sebelum dan setelah naik kereta. Tapi posisi rumah Blogger di Jakarta ini dikelilingi rel kereta. Ya bukan pas bener di kiri-kanan-depan-belakang, tapi kalau mau kemana-mana harus lewatin rel kereta dulu. Mending kalau perginya sendiri naik ojek, kalau pas pesennya mobil berarti pulang-pergi masih lewatin rel macat-macat. Huft.
Tapi Blogger gak pernah nemuin manusia lain yang seperti Si Ketua Panitia, sih, baguslah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar